Selasa, 26 Agustus 2014

Benarkah Kepala BBPJN II Padang “Dilindungi”



Suara Garuda;
JAKARTA- Ditengah gencarnya desakan pencopotan terhadap Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II Padang, Maruasas Panjaitan, kini muncul suara-suara pesimis di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Kepala BBPJN II Padang disebut-sebut dilindungi oleh oknum pejabat Direktorat Jenderal Bina Marga (Ditjen) BM.

“Kami pesimis Kepala BBPJN II Padang bisa dikenakan sanksi atas lemahnya pengendalian dalam pelaksanaan tugas, sehingga terjadi kasus pembayaran fiktif (korupsi-red) pada proyek penanganan longsoran Silaing, dan dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan kantor BBPJN II Padang. Karena informasi terbatas menyebutkan, bahwa dia “anak mas” dari salah satu petinggi dilingkungan Ditjen BM,” kata sebuah sumber yang minta dirahasiakan namanya.

Sebelumnya, melalui media online Barak Online Group, Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak) gencar mendesak Kementerian PU agar segera mencopot Kepala BBPJN II Padang. Adapun desakan Barak itu berdasarkan pada “Laporan Hasil Audit Khusus atas pelaksanaan kontrak TA 2013 dan pelelangan TA 2014 pada SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Barat” oleh Tim Auditor Khusus (Inpektorat Jenderal Kementerian PU) yang meminta Ditjen BM memberikan sanksi kepada Kepala BBPJN II Padang.

Dari hasil audit khusus, diperoleh fakta, kalau Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah II Prov.Sumbar dibawah BBPJN II Padang melaporkan, bahwa progres fisik pekerjaan penanganan longsoran Silaing hingga 31 Desember 2013 sebesar 93,22 persen dengan realisasi pembayaran sebesar Rp.7.888.485.000,00,-. Namun berdasarkan hasil audit khusus oleh Irsus pada 11 April 2014, progres fisiknya baru mencapai 89,50 persen, sehingga terjadi pembayaran fiktif.

“Irsus hanya menghitung prosentase pekerjaan pada saat mereka melakukan audit, dan tidak menghitung progres fisik per 31 Desember 2013. Karena dari perhitungan kami, progres fisik sampai Desember hanya berkisar 35-40 persen saja. Ini fatal, dan kerugian negaranya sangat besar. Proyek itu menggunakan anggaran perubahan (APBN-P TA 2013-Red), dan bukan multy years,” ujar Koordinator Barak, Danil’s, Selasa (26/8/2014).

Begitu pula PPK 06 dan Kasatker PJN Wilayah II Sumbar dibawah kendali Kepala BBPJN II Padang, disebutkan telah menetapkan pemutusan kontrak tertanggal 19 Pebruari 2014, namun tidak di ikuti dengan penyampaian Daftar Hitam ke LKPP.

“Irsus juga menyebutkan, bahwa terdapat perbedaan timbunan biasa pada berita acara negosiasi tanggal 27 November 2013 sebesar 5.797, 44 M3, sedangkan volume adendum kontrak I sebesar 7.084,96 M3, sehingga terdapat selisih pembayaran sebesar 1.287,52 M3,” jelas Danil’s.

Ia juga mengungkapkan, bahwa terdapat perbedaan data antara LDP dengan LDK, termasuk daftar peralatan minimum yang tidak didukung dengan jumlah dan kapasitas alat yang dibutuhkan.

“Hal lain adalah, jawaban sanggahan banding Menteri PU atas 6 (enam) paket TA 2014 dengan tindaklanjut evaluasi ulang 3 (tiga) paket, yakni paket 18, paket 12, dan paket 14. Kemudian lelang ulang 2 paket, yakni paket 16 dan paket 02, serta 1 paket sebagai pengaduan, yakni paket 19 sebagai tindaklanjut surat Kepala Bapekom tertanggal 14 Maret 2014,” urai Danil lagi.

Karenanya, Danil’s mempertanyakan keseriusan Ditjen BM dalam melaksanakan perintah reformasi birokrasi. “Kenapa Kepala BBPJN II Padang tidak diberikan sanksi? Atau jangan-jangan benar, kalau dia dilindungi oleh oknum pejabat tertentu di Ditjen BM? Ini harus dilawan, agar tidak selalu masyarakat sebagai penerima manfaat akhir dari infrastruktur yang dibangun oleh Ditjen BM dirugikan,” tegasnya. (Redaksi)*

0 komentar:

Berita Populer

Pengunjung Suara Garuda