Minggu, 22 September 2013

Impor Pangan Makin Menggila


Ini Kebijakan Pemerintah atau Begundal Kapitalis?

Analisis

Oleh: Danil’s

PEMERINTAHAN SBY-Budiono kembali menunjukan sikap tidak konsistennya membangun ketahanan yang berbasis produksi dalam negeri. Sikap Wakil Presiden, Budiono, yang memerintahkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar memberikan izin kepada siapapun yang ingin mengimpor kedelai, adalah salah satu fakta tentang kebijakan pemerintah yang pro kapitalis.

Jika dilihat dari berbagai kebijakan pemerintah yang selalu mengatasi krisis pangan dengan importasi, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah sekarang adalah “begundalnya” kapitalis. Pemerintah tidak mau bekerja keras membangun ketahanan pangan yang berbasis produksi dalam negeri.

Sepintas, impor adalah cara mudah untuk mengatasi krisis bahan pangan, termasuk kedelai. Namun, sesungguhnya impor adalah gaya kapitalis dalam menjajah rakyat tani nasional. Para pengusaha hitam yang “didukung” pemerintah, membuat bahan pangan tertentu menjadi langka dan mahal. Kemudian, barulah mereka membuka kran impor lebar-lebar. Sehingga hasilnya adalah, para petani nasional tidak berdaya dan bangkrut dengan sendirinya.

Yang lebih gila lagi, meskipun Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) belum memiliki pengalaman impor kedelai, namun Kemendag telah memberikan izin impor sebanyak 125 ribu ton kepada mereka, atau setara 11,36 persen dari total kedelai yang akan di impor.

Terlihat jelas, bahwa pemerintah hendak melepas tanggungjawab sebagai penyelenggara negara, dengan melepas para perajin Tahu dan Tempe yang sama sekali tidak memiliki pengalaman untuk bertarung sendiri-sendiri melawan kehendak dan kekuasaan kartel impor kedelai. Hasilnya, tentu saja mereka akan kalah telak. Tidak percaya? Lihat saja hasil akhirnya nanti........ !!!

Kebijakan impor dan pembebasan bea masuk impor kedelai ini adalah kebijakan yang menjajah. Jadi pantas saja rupiah semakin tidak bernilai dimata internasonal. Karena tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang hobi menyelesaikan persoalan krisis pangan dengan importasi, tanpa berusaha membangun kembali produktifitas dan semangat bertani para petani dalam negeri.

Program Pembodohan

Lihatlah program-program pembodohan yang dibuat oleh pemerintah bagi para petani nasional, seperti gerakan penanaman 1 miliar pohon. Bagi para petani terpinggir yang tidak diberikan kemudahan untuk mengakses permodalan, program itu dianggap sebagai berkah yang harus disambut baik. Sehingga lahan-lahan sawah tadah hujan dan bahkan yang masih produktif pun habis ditanami pohon Sengon dan Jabon. Padahal jika memang pemerintah komitmen membangun ketahanan pangan yang berbasis produksi dalam negeri, sesungguhnya lahan-lahan itu sangat produktif untuk penanaman padi, kedelai, jagung, dan tanaman-tanaman pangan lainnya.

Begitu juga generasi bangsa yang selama ini keras menolak penindasan terhadap rakyat tani miskin. Mereka dijejali dengan seminar-seminar dan program pembibitan pohon Sengon dan Jabon. Akibatnya, mereka terbuai dan melupakan pertanian pangan yang telah membesarkan bangsa ini. Mereka tidak lagi perduli melihat alih fungsi lahan dan impor pangan yang semakin menggila. Dan karena otak mereka telah dijejali dengan program-program pro kapitalis, mereka pun akhirnya turut membodohi saudara-saudaranya sendiri (rakyat tani miskin-Red).

Andai saja generasi bangsa ini sadar, betapa mereka telah ditarik masuk kedalam jurang kejatuhan yang sangat dalam, mungkin masih ada harapan menyemangati rakyat tani untuk kembali bercocok tanam. Andai saja generasi bangsa ini berani menolak diberikan tanggungjawab program pembodohan, yang sengaja dirancang oleh kaum kapitalis bersama begundal-begundalnya dipemerintahan, mungkin masih ada harapan untuk melepaskan bangsa ini dari cengkeraman kapitalis. Dan seadainya saja generasi bangsa ini sadar, bahwa mereka tengah menanggung kejahatan kaum kapitalis yang membabat habis hutan-hutan tropis Indonesia, mungkin masih ada harapan untuk membangun ketahanan pangan yang berbasis produksi dalam negeri.

Tapi faktanya, generasi bangsa ini sudah jauh masuk kedalam perangkap yang dibangun para pengusaha kapitalis, yang didukung oleh “begundal-begundalnya” di pemerintahan. Sehingga mereka pun lupa, betapa “jahatnya” penyelenggaraan negara saat ini.

Tidakkah generasi bangsa ini sadar, bahwa penanaman Sengon dan Jabon itu adalah pengganti hutan-hutan tropis Indonesia, yang telah dibabat habis oleh para pengusaha kapitalis? Kenapa generasi bangsa ini mau menanggung seluruh dosa para pengusaha kapitalis dan penyelenggara negara yang korup? Kenapa tidak fokus membangun pertanian dan menolong rakyat tani yang tengah dijajah, baik oleh kartel-kartel impor pangan, maupun oleh begundal-begundalnya yang sudah menguasai setiap lini pemerintahan?

Jika saja generasi bangsa ini masih memiliki nurani untuk menolong saudara-saudaranya sendiri (rakyat tani miskin), agar bisa bangkit dan kembali membangun kedaulatan pangan, maka peluangnya masih sangat terbuka. Tentu saja dengan menolak segala program propaganda dan pembodohan, menolak alih fungsi lahan, menolak impor bahan pangan, dan kembali fokus menggerakkan para petani nasional agar mau menanam bahan-bahan pangan strategis. Sebab, jika mengharapkan hal itu dilakukan oleh pemerintah, maka sama saja seperti pungguk merindukan bulan. Karena faktanya, pemerintah lebih senang menangani krisis pangan menggunakan bahan pangan impor, ketimbang membuat program yang dapat menggenjot produksi rakyat tani nasional. Tidak percaya? Lihat saja anggaran bagi program pertanian, berapa yang dialokasikan oleh pemerintah..........!!! ***
Penulis Adalah:
Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), dan
Pemred Barak Online Group

0 komentar:

Berita Populer

Pengunjung Suara Garuda